Sebelas Kali Raih WTP, Pemprov Lampung Tunjukkan Konsistensi dan Keteladanan Tata Kelola Keuangan
- Diposting pada 25 Mei 2025
- Berita
- Oleh Administrator
- 1904 Dilihat

Lampung — Raihan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2024 menandai prestasi luar biasa bagi Pemerintah Provinsi Lampung. Capaian ini bukan yang pertama, melainkan yang ke-11 secara berturut-turut sejak 2014. Menurut pengamat keuangan publik, Saring Suhendro, keberhasilan ini mencerminkan lebih dari sekadar kepatuhan administratif; ini adalah cermin konsistensi, keteladanan, dan tata kelola yang kredibel.
"Selama sebelas tahun berturut-turut, sejak 2014 hingga 2024, Pemprov Lampung berhasil meraih opini WTP. Ini adalah penanda bahwa mereka konsisten dalam merawat tata kelola yang kredibel," ujarnya.
Saring menilai capaian ini bukan sekadar simbol prestise, melainkan hasil nyata dari pengelolaan keuangan yang transparan, akuntabel, dan sesuai regulasi. Dalam kerangka Good Governance, raihan WTP berulang kali menunjukkan bahwa birokrasi Pemprov Lampung mampu bekerja secara responsif dan efektif.
"Dalam perspektif Good Governance, opini WTP berturut-turut ini adalah hasil dari akuntabilitas, responsivitas, dan efektivitas birokrasi yang dijalankan secara konsisten," jelas Saring.
Mengutip pendekatan Stewardship Theory, Saring menekankan pentingnya semangat tanggung jawab moral para aparatur negara. Bagi dia, keberhasilan Lampung tak hanya menunjukkan kepatuhan teknis, tapi juga komitmen moral terhadap amanah publik.
"Mereka tidak hanya menjalankan tugas formal, tetapi juga memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap amanah keuangan publik," katanya.
Lebih lanjut, Saring menilai keberhasilan ini juga bisa dilihat dalam kerangka institutional isomorphism.
"Ada konvergensi tata kelola keuangan daerah menuju praktik kelembagaan yang profesional dan sesuai ekspektasi publik dalam hal akuntabilitas," ujarnya.
Menurut Saring, opini WTP bukan sekadar hasil laporan keuangan yang rapi. Di baliknya ada proses panjang dan menyeluruh mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban dan pengawasan.
Ia menekankan bahwa BPK tak hanya menilai dokumen, tapi juga sistem yang menopang laporan tersebut. Oleh karena itu, WTP adalah refleksi dari upaya perbaikan sistemik yang berkelanjutan.
"Predikat ini mencerminkan kemampuan menyusun laporan keuangan yang andal dan bebas dari salah saji material. Capaian ini merupakan hasil dari proses panjang, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, pertanggungjawaban, hingga pengawasan," katanya.
Tak lupa, Saring menyoroti pentingnya tindak lanjut terhadap setiap temuan auditor. Capaian sebelas kali WTP, menurutnya, juga mencerminkan budaya organisasi yang adaptif, terbuka terhadap evaluasi, dan terus belajar.
"Di balik angka sebelas itu, ada upaya berkelanjutan untuk menyempurnakan pengendalian intern dan membangun budaya kerja yang adaptif," jelasnya.
"Penilaian BPK tidak hanya soal format laporan, tapi juga soal perbaikan sistemis dari tahun ke tahun, sambungnya.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa opini WTP bukan jaminan mutlak bahwa tidak ada penyimpangan. Namun, WTP tetap menjadi indikator penting bahwa sistem keuangan telah berada di jalur yang benar dan dapat dipercaya.
"Tapi WTP tetap indikator penting bahwa sistem keuangan sudah berada pada jalur yang benar," tegasnya. "Ketika diraih sebelas kali berturut-turut, itu menjadi simbol bahwa Pemprov Lampung telah membangun sistem yang bisa dipercaya dan diteladani."
Sebagai penutup, Saring menyampaikan catatan penting, capaian ini harus menjadi landasan untuk peningkatan pelayanan publik, bukan menjadi titik puas.
"WTP bukan tujuan akhir. Ini harus menjadi fondasi bagi transformasi pelayanan publik, terutama di sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur," ungkapnya.
Sebagai akademisi, ia melihat keberhasilan ini sebagai bukti nyata bahwa birokrasi bisa berubah asal ada kemauan untuk belajar, semangat konsistensi, dan keterbukaan terhadap evaluasi.
"Kisah sebelas kali WTP ini pantas menjadi narasi inspiratif bahwa birokrasi bisa berubah, asal ada kemauan untuk belajar, konsistensi dalam pelaksanaan, dan keterbukaan terhadap evaluasi," tutupnya. (*)
Tulis Tanggapan